It's about Satanic Church (eXperienCe)

My Experience
(Kesaksian nyata Penulis sekitar tahun 2001, Butuh banyak dukungan do'a untuk menuangkan dan menuliskan kesaksian ini. Semoga dengan sebagian kecil gambaran Kesaksian ini, kita bisa lebih waspada dan selektif untuk mengikuti persekutuan atau pun ibadah yang sekiranya aneh)

Malam telah cukup larut ketika kaki ku melangkah mengikuti langkah teman yang membawa ku menuju sebuah rumah mewah di bilangan Jakarta Selatan.
Kedatangan ku dan teman ku rupanya sudah ditunggu. Didepan pintu masuk, ku lihat ada sepasang anak muda yang cukup menarik. Yang laki- laki terbilang tampan, dengan kulit putih dan tubuh atletis, yang wanita berparas cantik dan lembut. Mereka menyambut kami dengan senyuman termanis yang mungkin ku terima dalam waktu satu minggu ini (maklum, selama satu minggu kemarin adalah hari terlelah yang mungkin pernah ku jalani). Sekedar catatan, tak ku perhatikan senyuman si Laki- laki, yang menarik langkah ku mendekat adalah senyuman si Gadis. Maklum, aku masih normal. Senyuman itu bagaikan Oase di padang gersang, begitu menyegarkan. Tapi, jika Anda berpikiran hanya senyuman yang menyejukan itu yang aku terima, maka Anda salah besar!


Seakan tak cukup menggoda minat dan hasrat, si gadis tak cuma menyalami ku tapi dia juga memeluk ku. Hem….Anda heran? Aku bukanlah seorang Artis Sinetron yang belakangan ini marak di berbagai media elekrtonika, juga bukanlah seorang model yang berjalan lenggak- lenggok tak tentu arah, yang harus mempertahankan keseimbangan akibat hukum Newton. Aku hanyalah seorang aktifis lintas gereja yang lumayan pusing dengan tugas- tugas yang ku kerjakan. Tapi sambutan mewah yang begitu mendebarkan itu baru ku terima dan ku alami malam ini. Dengan ajakan dan tuntunan yang tak mungkin ku lepaskan, si gadis mengajak ku melangkah memasuki rumah itu.
Ruangan besar yang cukup luas menanti kami. Kuedarkan mataku menatapi indahnya ruangan. Aku melihat setidaknya ada 50an orang yang ada didalam ruangan. Dan semuanya anak muda. Yang membuat ku heran, tak ada satu kursipun yang disediakan sebagai sarana duduk. Apakah ini semacam standing party? Ah, tak mungkin, telingaku belumlah tuli ketika teman ku berkata dia akan mengajak ku ibadah di gerejanya. Yang kulihat didepan sana adalah altar. Yah, hanya altar ditambah sebuah meja panjang tempat meletakkan, yang aku rasa, adalah perjamuan suci. Tapi, mana kursinya? Apakah selama ibadah nanti kami semua akan berdiri terus? Termasuk si cantik yang menemaniku ini? Ah, sungguh kasihan dia. Masak kan dirumah sebesar dan semewah ini, tidak ada sepotongpun kursi? Belum selesai aku berpikir mengenai kursi dan sicantik yang selalu tersenyum setiap kali aku beradu pandang dengannya, suara musik yang cukup menghentak mengejutkan ku. Suatu musik beraliran cadas, musik rock yang suara vokalisnya tak jauh beda dengan suara kucing bi Inah yang secara tak sengaja ku injak ekornya tadi pagi. Ku edarkan pandangan ku kesekeliling ruangan, ku dapati beberapa wajah2 dengan mimik yang aku yakin mirip dengan mimik ku saat itu. Heran campur bengong. Saat itulah si cantik yang sedari tadi disamping ku, menggamit tangan ku, dan mengikatkan sepotong pita merah di tangan kiri ku. Ketika ku tanya dia hanya tersenyum dan menjawab singkat, “ Sebagai tanda kamu baru.” Hem…..jawaban yang sungguh membuat penasaran.
Sesaat kemudian lampu ruangan yang tadi terang benderang, tiba- tiba berubah mencekam. Lampu yang tadinya berwarna putih, tiba- tiba berganti merah. Diiringi musik cadas yang masih menghentak, sungguh suasana yang bisa membuat orang dengan nyali kecil akan mati berdiri. Seakan tahu dengan apa yang ku rasakan, si cantik kemudian menggenggam tangan ku. Saat itulah, deburan jantung ku yang bergemuruh seakan-akan di landa topan, menjadi tenang, tenang setenang air telaga. Perasaan damai itu tahu- tahu menyergap. Sekedar catatan lagi, hal ini bukan karena si cantik yang menggenggam tanganku memang cantik, tapi ada perasaan lain yang membuat atmosfer di dalam ruangan itu menjadi syahdu. Dan hal itu pula yang ku dapati pada orang- orang yang ber mimik sama dengan ku tadi. Perasaan tenang itu begitu meraja. Hentakan musik cadas yang masih menggila tak lagi ku rasakan.
Sesaat kemudian, masuklah enam orang berjubah hitam kedalam ruangan. Aku tak dapat melihat jelas rupa mereka, karena cahaya yg masih temaram. Ke enam orang itu mengelilingi altar, kemudian mereka menyalakan lilin yang terletak diatas nya. Tak lama kemudian, masuk lagi seorang berjubah hitam yang berdiri ditengah- enam orang tersebut. Tampaknya orang yang datang terakhir ini adalah pendetanya. Mereka kemudian berkomat- kamit. Saat itulah musik mulai menurun volumenya.
Sesaat kemudian, si pendeta berkeliling disertai enam orang itu. Mereka menyodorkan cawan ‘anggur persembahan’ yang berisi darah dicampur alcohol. Mengenai isi dan komposisi ‘anggur persembahan’ itu aku dapat kemudian dari si cantik yang akhirnya menjadi teman dekat ku setelah melakukan pelepasan. Tapi itu nanti kita bahas lain hari. ‘Jemaat’ mencelupkan telunjuk mereka ke dalam cawan itu dan meneteskan nya ke lidah masing- masing. Tak terkecuali si cantik. Saat sampai didepan ku, sipendeta melihat kearah tangan kiri ku, dan kemudian berlalu tanpa sepatah katapun. Cawan anggur itu tak berhenti dihadapan ku. Saat itulah sicantik berbisik, “anggur hanya untuk yang sudah lama jadi anggota.” Aha, mengertilah aku kenapa aku tak diberi kesempatan untuk mencelupkan jari ku. Bukan karena pendetanya pelit, melainkan karena aku masih baru. Dan itu juga berlaku pada semua orang yang saat itu memakai pita merah ditangan kiri mereka.
Setelah selesai berkeliling, si pendeta bersama ke enam orang tadi kembali menuju mimbar. Sementara si pendeta berkotbah dan membaca sebuah buku tebal dan besar, ke enam orang itu berdiri didepan nya, seakan- akan melindungi. Intisari kotbah nya adalah kedahsyatan hawa nafsu. Menurut buku itu, kekuatan manusia terletak pada apa yang ia mau dan lakukan tanpa rasa takut. Si pendeta menganjurkan ‘jemaat’ untuk tidak terikat oleh apapun. Cinta kasih adalah pengumbaran hawa nafsu, karena itu ‘jemaat’ boleh melakukan apa saja yang mereka inginkan. Setelah selesai berkotbah, si pendeta kembali turun dari mimbar disertai ke enam orang ‘majelisnya’ dan menjabat tangan orang yang baru pertama kali datang. Setelah itu mereka kembali melangkah ke mimbar. Si pendeta meminta semua yang hadir didalam ruangan untuk menengadah keatas. Ibadah diakhiri dengan ‘meminta berkat’ kepada kekuatan yang tak berbentuk; Setan!
Ibadah semacam ini tidak hanya bisa di jumpai di daerah Jakarta Selatan saja. Si cantik mengatakan kepada ku, setidak nya mereka telah memiliki 8 cabang yang tersebar bukan hanya di daerah Jakarta saja, tapi juga ada di daerah Bekasi, Bogor sampai Bandung. Bahkan diluar daerah. Dan pergerak kan bawah tanah mereka ini tidak lah menjangkau kaum muda yang tidak mengenal akan Kristus Yesus. Melainkan kepada kaum muda yang notabene adalah aktifis gereja. Si cantik itu sendiri adalah seorang mahasiswi Theologia dibilangan Jakarta Barat. Sungguh mengerikan pergerakan ini. Mereka menyebar melalui berbagai media, termasuk Persekutuan. Ibadah mereka selain diadakan dalam rumah, juga di Pusat Bisnis bahkan Pusat Perbelanjaan yang cukup punya nama di bilangan Jakarta Utara.
Di Amerika, dimana aliran gereja setan berasal, okultisme sudah merupakan salah satu ‘agama’ di antara aliran lain nya. Pengikut Iblis di Amerika mengorbankan keluarga sendiri untuk setan yang mereka sembah.
Tak kenal maka tak waspada !!! Kiranya kisah ku ini dapat menjadi bahan pelajaran dan membuat kita makin berhati- hati untuk tidak mudah tergoda serta mencoba- coba ‘mencicipi’ ibadah yang tidak terpusatkan pada Kristus. Dan hendak nya kita sebagai kaum muda perlu Back to Bible sebagai basic untuk filter menangkis pengajaran yang salah serta menjaga agar pelita kita tidak padam !!!
*Note: Tentang tata cara "ibadah" Satanic Church, Teman-teman bisa baca posting diatas postingan ini. Tuhan Memberkati. Amien.
Kirra the BlueAngel


3 comments:

Anonymous said...

terimakasih karena telah berbagi saudara ku

Unknown said...

alamat nya dimana?

Unknown said...

alamatnya dimana?